Rabu, 12 September 2012

Candi Singosari


    Dari seluruh candi-candi peninggalan kerajaan Singosari, candi Singosari adalah yang paling populer. Hal ini terlihat dari daftar pengunjung yang ada, daftar obyek wisata di Jawa Timur, referensi tentang candi, serta listing di internet tentang candi-candi di Jawa Timur. Begitu pula lokasi candi yang tidak jauh dari jalan raya sehingga memudahkan para wisatawan untuk mengunjunginya.

            Terletak di desa Candirenggo, kec. Singosari, 13 km utara kota Malang, candi Singosari hampir seluruhnya dapat direkonstruksi kecuali sebagian bagian atasnya. Di sudut barat daya teras candi terpahatkan angka 1934. Mungkin ini tahun ketika candi Singosari selesai direkonstruksi oleh pemerintah Belanda saat itu. Pada waktu rekonstruksi tersebut ditemukan sebuah saluran air dari puncak candi menuju pusat ruang utama dan selanjutnya dialirkan keluar melalui muara kecil di bagian tengah teras sebelah utara. Dengan demikian air yang keluar dari candi tersebut, karena berasal dari langit dan menyentuh lingga sebagai esensi candi, menjadi suci.

            Hal menarik dari struktur candi adalah letak ruang utama dan bilik-biliknya. Pada umumnya candi-candi di Jawa, ruang utama dan bilik-bilik tersebut terletak pada badan candi karena kaki candi berfungsi sebagai dasar candi. Namun pada candi Singosari kaki candi justru berfungsi sebagai tempat ruang utama dan bilik-biliknya. Sedangkan badan candi, walau tidak untuk menempatkan patung-patung utama, tetap diberi pola bilik-bilik kecil. Sementara atap candi, karena tidak dapat direkonstruksi seluruhnya, tidak dapat diketahui dengan pasti apakah menjulang tinggi seperti candi Jawi ataukah pendek datar seperti candi Kidal


Komposisi ukir bangunan candi juga menarik perhatian. Bagian tengah keatas penuh dengan ukiran indah layaknya candi-candi pada umumnya, sedangkan bagian tengah kebawah terkesan polos. Hal ini terutama jelas terlihat pada hiasan kepala kala pada setiap bagain atas pintu ruang baik di kaki maupun badan candi. Tidak dapat diketahui dengan pasti mengapa dibuat demikian. Ada teori yang mengatakan bahwa itu menunjukkan pengaruh Hindu yang umumnya penuh hiasan ukir dan Budha yang polos atau sederhana. Ada juga yang mengatakan bahwa memang dibuat demikian untuk mengenang raja Kertanegara yang cita-cita cakrawala mandala nusantaranya terputus ditengah jalan karena beliau dibunuh oleh raja saingannya. Ada pula teori yang mengatakan bahwa memang demikian keadaannya karena proses pembuatan candi yang terpaksa harus terhenti karena kerajaan Singosari diserbu oleh tentara Jayakatwang.

           Disebelah barat candi terdapat sejumlah sisa-sisa patung peninggalan candi Singosari. Sayang banyak yang dalam keadaan rusak. Salah satu patung yang menarik adalah patung Pradnyaparamitha, Dewi kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan versi agama Budha, tanpa kepala. Di Jawa ini hanya ada 3 patung Pradnyaparamitha; yakni di candi Singosari, di candi Bayalangu – Tulungagung, dan yang paling indah di museum Nasional  Jakarta. Patung Pradnyaparamitha di Jakarta tersebut terkenal dengan sebutan patung Kendedes


Sekarang ini di candi Singosari hanya tersisa sebuah patung yang terletak dibilik sebelah selatan. Patung tersebut adalah Agastya atau mahaguru. Sesuai dengan iconogram candi-candi Hindu Jawa, ruang utama diperuntukkan dewa Siwa atau umumnya diwujudkan dalam bentuk lingga, bilik utara untuk Durgamahesasuramardini atau Sewi Durga, sebelah timur untuk Ganesha, dan sebelah selatan adalah Agastya. Ciri khas Agastya adalah berjanggut lebat, perut buncit, 4 tangannya masing-masing memegang kendi, tasbih, pecut semacam pengusir lalat, dan tombak. Sementara hiasan bunga teratai dekat telapak kaki dan menjulur melingkar keatas adalah ciri khas periode Singosari; jika teratai tersebut keluar dari vas bunga atau bonggol merupakan ciri periode Majapahit.

            Sebagaimana tertulis dalam Negarakertagama, candi Singosari adalah tempat pendharmaan raja Kertanegara. Namun disini beliau diwujudkan dengan 3 arca perwujudan, melambangkan trikaya, yaitu sebagai Siwa-Budha dalam bentuk Bhairawa yang melambangkan nirmanakaya, sebagai ardhanari lambang sambhokaya, dan sebagai Jina dalam bentuk Aksobhya yang melambangkan dharmakaya. Suatu bentuk perwujudan agung untuk seorang raja besar Kertanegara.


            Seperti wujud candi Jawi yang melambangkan mandala alam raya, candi Singosari, tempat dimuliakannya Kertanegara, juga memiliki konsep yang sama. Dengan prinsip candi terdiri atas kaki, badan dan atap candi, maka bangunan candi aslinya terletak diatas sebuah batur teras. Teras tersebut melambangkan benua Jambudwipa (India) sebagai benua paling tengah dari alam raya, sedangkan candinya sendiri merupakan perwujudan gunung suci meru yang menjulang tinggi. Oleh karena itu dataran disekeliling candi diumpamakan sebagai lautan luas. Semua itu melambangkan keutamaan sang raja Kertanegara pada perwujudan Siwa-Budha yang dimuliakan pada candi tersebut.


            Perumpamaan candi sebagai gunung Meru ini semakin dikuatkan dengan adanya 4 buah gundukan diatas masing-masing ruang candi. Hal ini disesuaikan dengan topografi gunung Meru di India yang dikelilingi oleh 4 gunung kecil-kecil. Sama seperti gunung Penanggungan di Pandaan yang dianggap sebagai simbol puncak gunung Meru atau disebut Mahameru. Selain bentuk fisiknya yang sempurna kerucut, gunung Penanggungan juga dikelilingi oleh 4 buah gunung kecil-kecil di keempat arah mata angin.


            Dalam kitab kuno Tantu Panggelaran diceritakan bahwa suatu ketika gunung Meru di India, sebagai simbol pusat alam raya, harus dipindahkan ke Jawa (untuk mensahkan Jawa sebagai Jambudwipa baru). Dalam perjalanannya banyak bagian-bagian gunung Meru itu yang terjatuh berceceran sehingga membentuk rangkaian gunung-gunung mulai dari India, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Sumatera, dan Jawa seperti sekarang ini. Gunung Meru di India selanjutnya berubah menjadi gunung Semeru, sementara puncaknya, gunung Pawitra atau Mahameru, diidentifikasikan sebagai gunung Penanggungan. Maka saat itu Jawa menjadi pusat alam raya dengan segala isi dan filosofinya, bukan lagi di India … !! Baca Selanjutnya