Dari seluruh candi-candi
peninggalan kerajaan Singosari, candi Singosari adalah yang paling
populer. Hal ini terlihat dari daftar pengunjung yang ada, daftar obyek
wisata di Jawa Timur, referensi tentang candi, serta listing di
internet tentang candi-candi di Jawa Timur. Begitu pula lokasi candi
yang tidak jauh dari jalan raya sehingga memudahkan para wisatawan
untuk mengunjunginya.
Terletak di desa Candirenggo, kec. Singosari, 13 km utara kota Malang, candi Singosari hampir seluruhnya dapat direkonstruksi kecuali sebagian bagian atasnya. Di sudut barat daya teras candi terpahatkan angka 1934. Mungkin ini tahun ketika candi Singosari selesai direkonstruksi oleh pemerintah Belanda saat itu. Pada waktu rekonstruksi tersebut ditemukan sebuah saluran air dari puncak candi menuju pusat ruang utama dan selanjutnya dialirkan keluar melalui muara kecil di bagian tengah teras sebelah utara. Dengan demikian air yang keluar dari candi tersebut, karena berasal dari langit dan menyentuh lingga sebagai esensi candi, menjadi suci.
Hal menarik dari struktur candi adalah letak ruang utama dan bilik-biliknya. Pada umumnya candi-candi di Jawa, ruang utama dan bilik-bilik tersebut terletak pada badan candi karena kaki candi berfungsi sebagai dasar candi. Namun pada candi Singosari kaki candi justru berfungsi sebagai tempat ruang utama dan bilik-biliknya. Sedangkan badan candi, walau tidak untuk menempatkan patung-patung utama, tetap diberi pola bilik-bilik kecil. Sementara atap candi, karena tidak dapat direkonstruksi seluruhnya, tidak dapat diketahui dengan pasti apakah menjulang tinggi seperti candi Jawi ataukah pendek datar seperti candi Kidal
Komposisi ukir bangunan candi juga
menarik perhatian. Bagian tengah keatas penuh dengan ukiran indah
layaknya candi-candi pada umumnya, sedangkan bagian tengah kebawah
terkesan polos. Hal ini terutama jelas terlihat pada hiasan kepala kala
pada setiap bagain atas pintu ruang baik di kaki maupun badan candi.
Tidak dapat diketahui dengan pasti mengapa dibuat demikian. Ada teori
yang mengatakan bahwa itu menunjukkan pengaruh Hindu yang umumnya penuh
hiasan ukir dan Budha yang polos atau sederhana. Ada juga yang
mengatakan bahwa memang dibuat demikian untuk mengenang raja
Kertanegara yang cita-cita cakrawala mandala nusantaranya terputus
ditengah jalan karena beliau dibunuh oleh raja saingannya. Ada pula
teori yang mengatakan bahwa memang demikian keadaannya karena proses
pembuatan candi yang terpaksa harus terhenti karena kerajaan Singosari
diserbu oleh tentara Jayakatwang.
Disebelah barat candi terdapat sejumlah sisa-sisa patung peninggalan candi Singosari. Sayang banyak yang dalam keadaan rusak. Salah satu patung yang menarik adalah patung Pradnyaparamitha, Dewi kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan versi agama Budha, tanpa kepala. Di Jawa ini hanya ada 3 patung Pradnyaparamitha; yakni di candi Singosari, di candi Bayalangu – Tulungagung, dan yang paling indah di museum Nasional Jakarta. Patung Pradnyaparamitha di Jakarta tersebut terkenal dengan sebutan patung Kendedes
Sebagaimana tertulis dalam Negarakertagama, candi Singosari adalah tempat pendharmaan raja Kertanegara. Namun disini beliau diwujudkan dengan 3 arca perwujudan, melambangkan trikaya, yaitu sebagai Siwa-Budha dalam bentuk Bhairawa yang melambangkan nirmanakaya, sebagai ardhanari lambang sambhokaya, dan sebagai Jina dalam bentuk Aksobhya yang melambangkan dharmakaya. Suatu bentuk perwujudan agung untuk seorang raja besar Kertanegara.
Seperti wujud candi Jawi yang melambangkan mandala alam raya, candi Singosari, tempat dimuliakannya Kertanegara, juga memiliki konsep yang sama. Dengan prinsip candi terdiri atas kaki, badan dan atap candi, maka bangunan candi aslinya terletak diatas sebuah batur teras. Teras tersebut melambangkan benua Jambudwipa (India) sebagai benua paling tengah dari alam raya, sedangkan candinya sendiri merupakan perwujudan gunung suci meru yang menjulang tinggi. Oleh karena itu dataran disekeliling candi diumpamakan sebagai lautan luas. Semua itu melambangkan keutamaan sang raja Kertanegara pada perwujudan Siwa-Budha yang dimuliakan pada candi tersebut.
Perumpamaan candi sebagai gunung Meru ini semakin dikuatkan dengan adanya 4 buah gundukan diatas masing-masing ruang candi. Hal ini disesuaikan dengan topografi gunung Meru di India yang dikelilingi oleh 4 gunung kecil-kecil. Sama seperti gunung Penanggungan di Pandaan yang dianggap sebagai simbol puncak gunung Meru atau disebut Mahameru. Selain bentuk fisiknya yang sempurna kerucut, gunung Penanggungan juga dikelilingi oleh 4 buah gunung kecil-kecil di keempat arah mata angin.
Dalam kitab kuno Tantu Panggelaran diceritakan bahwa suatu ketika gunung Meru di India, sebagai simbol pusat alam raya, harus dipindahkan ke Jawa (untuk mensahkan Jawa sebagai Jambudwipa baru). Dalam perjalanannya banyak bagian-bagian gunung Meru itu yang terjatuh berceceran sehingga membentuk rangkaian gunung-gunung mulai dari India, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Sumatera, dan Jawa seperti sekarang ini. Gunung Meru di India selanjutnya berubah menjadi gunung Semeru, sementara puncaknya, gunung Pawitra atau Mahameru, diidentifikasikan sebagai gunung Penanggungan. Maka saat itu Jawa menjadi pusat alam raya dengan segala isi dan filosofinya, bukan lagi di India … !! Baca Selanjutnya