Sebelum dewa-dewa muncul di dalam
sistim kepercayaan agama Hindu dan Budha, Dwarapala diangap sebagai
makhluk gaib dan dipuja orang di India sebagai pelindung pertanian.
Setelah munculnya prinsip dewa-dewa, Yaksha dimasukkan dalam golongan
setingkat dibawah dewa. Perkembangan selanjutnya Yaksha menjadi
pendamping sang Budha dan menghiasi stupa bersama-sama makhluk lain.
Akhirnya Yaksha seakan-akan “melindungi” dan “menjaga” bangunan suci.
Tugasnya sebagai pelindung bangunan suci itulah kemudian berkembang
menjadi Dwarapala.
Dwarapala selalu diletakkan didepan pintu gerbang atau pintu bangunan suci. Ia memiliki kekuasaan untuk melindunginya dari berbagai kekuatan jahat. Sesuai tugasnya sebagai penjaga, diapun dilengkapi dengan senjata, umumnya gada sebagai simbol penghancur sekaligus lambang keperkasaan dan kekuasaan. Atributnya adalah ular atau naga perlambang kehidupan air yang dapat mendatangkan hujan. Matanya melotot dan mulut menyerengai menimbulkan kesan menakutkan sekaligus wibawa. Hal ini sama seperti Dwarapala Singosari. Untuk menambah kesan gagah dan garang penampilannya, sang penjaga candi itu masih merasa perlu memperlengkapi diri dengan kelat bahu, sabuk, samur, subang, kalung, gelang kaki (binggel), gelang tangan, serta ikat kepala untuk mengikat rambut ikalnya dan semuanya berhiasan kepala tengkorak.
Dilihat dari bentuk fisik serta senjata-senjatanya, tampak jelas sifat destruktif sebagai ciri kuat Dvarapala. Namun, dalam hubungannya dengan fungsi peribadahan aspek destruktif itu harus dipandang mulia. Itu karena apa yang dianggap musuh-musuh jahat dari luar yang harus dihancurkan adalah ajaran-ajaran yang melawan agama. Jadi selama orang tidak berniat jahat, nyali tidak perlu ciut memasuki gugusan candi yang dijaga mahluk gaib menyeramkan ini.
Patung Dwarapala ini terletak sekitar 200 meter sebelah candi Singosari dan merupakan patung tunggal terbesar di Indonesia karena beratnya sekitar 23 ton dan tingginya 3,7 meter (padahal ia dalam posisi jongkok !). Jumlahnya ada 2 buah di sebelah selatan dan utara.
Dahulu Dwarapala sebelah selatan pernah ambles ke bumi hingga separuh perutnya. Tim yang mengerjakan pemugaran candi Borobudur dipercaya untuk memperbaiki letak posisinya. Namun tidak ada peralatan modern yang mampu mengangkatnya kembali, bahkan perlatan berat lainnya juga gagal seolah-olah tenggelam kekuatannya dihisap oleh patung tersebut. Setelah melakukan upacara selamatan dan berkat petunjuk gaib penduduk setempat yang memberitahukan bahwa letak kekuatan Dwarapala adalah pada kedua matanya, maka proses pengangkatan kembali tersebut berhasil setelah juga dengan menutup kedua matanya dari sinar matahari. Sekarang Dwarapala sebelah selatan tersebut berada diatas sebuah lapik semen dan utuh hingga kelihatan mata kakinya.
Menurut Bernet Kempers Dwarapala Singosari adalah penjaga alun-alun kerajaan Singosari (1222-1292) yang sekarang berubah menjadi taman didepannya. Sehingga diperkirakan keraton kerajaan Singosari terletak tidak jauh darinya. Kitab Pararaton menyebutkan adanya bangunan suci Purwapatapan tempat Kertanegara biasanya melakukan upacara tantri dan Dr. Oey Blom yakin bahwa bangunan tersebut terletak disebelah selatan candi Singosari yang sekarang sudah hilang jejaknya. Tentunya letak keraton tidak akan begitu jauh dengan tempat pemujaan.
Baca Selanjutnya