Negarakertagama (tafsir Prof Dr Slamet Mulyana) menyebutkan bahwa Candi Jawi, aslinya bernama Jajawa atau Jawa-Jawa, didirikan untuk raja terakhir Singasari, Kertanegara. Candi tersebut merupakan tempat abu jenazah Kertanegara, karena ia penganut dua agama, Siwa-Buddha.
Adanya candi makam tersebut sudah sejak jaman dahulu
Didirikan oleh Kertanegara, moyang Baginda raja (Hayam Wuruk)
Disitu hanya jenasah beliau sahaja yang dimakamkan
Kar’na beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Budha
Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Budha, sangat tinggi
Didalamnya terdapat arca Siwa, indah tidak dapat dinilai
Dan arca Maha Aksobhya yang tinggi tidak bertara
Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya di Nirwana.
(Negarakertagama pupuh 56-57)
Berbeda dengan peninggalan-peninggalan karajaan Singosari lainnya, candi Jawi hanya sangat sedikit sekali memiliki keterangan sehingga jarang sekali dibahas oleh para pakar arkeologi dan hanya sebatas sebagai salah satu peninggalan kerajaan Singosari atau sebagai obyek wisata sejarah. Namun letaknya yang tepat dipinggir jalan raya antara Pandaan – Tretes, candi Jawi sangat mudah dicapai.
Candi Jawi yang kita lihat sekarang ini merupakan hasil pemugaran kembali tahun 1975-1980, dan diresmikan tahun 1982 setelah dahulu dalam kondisi rusak. Bagian bawah candi terbuat dari batu gunung, sedangkan bagian atas dari batu putih yang banyak ditemukan di kawasan pantai utara. Mungkin ini berkaitan dengan peristiwa candi Jawi yang di sambar petir tahun 1254 C atau 1332 M dan perlu diperbaiki kembali seperti tertulis pada kakawin Negarakertagama (57 ; 4).
Pada waktu proses renovasi, sesungguhnya saat itu candi Jawi tidak dapat dipugar kembali walaupun bagian bawah dan atas candi telah utuh dapat direkonstruksi. Hal ini karena ada satu tingkat lapisan horizontal yang semua batu-batu aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Setelah hampir putus asa dan menyerah untuk merekonstruksi kembali, untunglah ditemukan sebuah batu penyambung. Dengan bantuan batu tersebut maka bangunan candi Jawi dapat direkonstruksi utuh walaupun semua batu sisa pada tingktan tersebut adalah batu-batu pengganti atau polos. Dalam dunia rekonstruksi arkeologi, disebut anatylosys, sebuah batu yang mampu menjadi ide penyambung 2 tingkatan disebut keystone atau “batu kunci”. Jika seandainya batu kunci tersebut tidak ditemukan, maka dapat dipastikan bahwa candi Jawi tidak boleh direkonstruksi.
Relief yang mengelilingi kaki candi sangat sulit untuk diterjemahkan kembali makna dan maksudnya karena tidak ditemukan kecocokan dengan sebuah cerita atau ajaran moral yang sesuai dengan rangkaian relief tersebut seperti pada candi-candi yang olain. Relief-relief tersebut sebetulnya masih dapat dibaca dengan jelas walaupun sudah banyak bagian-bagian yang mengalami distorsi alam. Yang paling menarik adalah dibagian tengah sisi utara dimana terdapat “potret candi”. Disitu dilukiskan bagaimana keadaan bangunan candi. Terdapat kolam yang mengelilingi candi beserta hiasan bunga-bunga teratai yang besar-besar, letak candi yang diatas teras, 3 buah candi perwara (pendamping) didepan candi yang sekarang tinggal dasarnya saja, bentuk asli candi Jawi yang menjulang tinggi, serta candi bentar (pintu gerbang) yang berada di sebelah barat dan sekarang juga tinggal dasarnya saja. Khusus mengenai candi Bentar ini merupakan potret candi bentar satu-satunya yang ada di kompleks candi di Jawa Timur.
Bagian yang paling menarik dari candi Jawi adalah puncak mahkotanya. Walau candi ini berpola khas candi Hindu seperti candi-candi di Jawa Timur pada umunya, namun puncak candi tersusun atas 2 mahkota, yakni ratna-stupa. Ratna adalah puncak khas candi Hindu, seperti candi Angka Tahun di Penataran dan dipakai sebagai simbol Kodam Brawijaya sekarang ini, sedangkan stupa adalah ikon khas agama Budha. Hal sesuai agama yang dianut oleh Kertanegara semasa hidupnya yakni sinkretisme Siwa-Budha. Sungguh suatu unsur perdamaian luar biasa. Dahulu didalam stupa tersebut tersimpan sebuah arca kecil Akhsobya yang indah, namun tahun 1253 hilang karena puncak candinya dihantam petir. Oleh Prapanca, sang penggubah Negarakertagama, disamarkan bahwa memang sudah seharusnya letak Akhsobya di Nirwana.
Candi Jawi merupakan model kesempurnaan perwujudan alam raya yang indah dalam sebuah mandala. Dalam konsep filosofi agama Hindu, disebutkan bahwa alam raya tersusun konsentris silih berganti atas serangkaian 7 samudra dan 7 benua. Benua yang paling tengah, disebut Jambudwipa, merupakan pengejawantahan dari benua India itu sendiri. Dan ditengah-tengah Jambudwipa, berdirilah sebuah gunung suci menjulang paling tinggi yang disebut Meru sekaligus sebagai paku dan penyeimbang Jambudwipa supaya tidak terombang-ambing ditengah samudra. Dipuncak gunung Meru inilah bersamayam para dewa-dewa.
Pada candi Jawi terdapat kolam, lebar 2 m, yang mengelilingi candi, sementara candinya sendiri terletak diatas sebuah teras besar setinggi hampir 3 meter. Kolam tersebut adalah representasi dari samudra terakhir dan teras besar diatasnya merupakan perwujudan dari benua Jambudwipa. Sedangkan candi Jawi yang menjulang tinggi di tengah teras melambangkan gunung Meru. Hal ini mengacu pada konsep Jawa kuno bahwa pusat alam raya yang sekarang berada di Jawa dan bukan lagi di India; dan gunung Meru-pun telah berubah namanya menjadi Semeru dan candi Jawi merupakan mandala-nya.
Demikian sempurna pengejawantahan konsep filosofi alam raya tersebut adalah juga gambaran dari kesempurnaan sang raja yang dimuliakan di candi tersebut yakni Kertanegara seperti termuat dalam kakawin Negarkertagama :
Diantara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau
Faham akan nam guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama
Adil, teguh dalam Jinabrata dan tawakal kepada laku utama
Itulah sebabnya beliau turun temurun menjadi raja pelindung (Pupuh 43 : 4)
Raja Kertanegara pulalah yang merupakan pencetus ide cakrawala mandala nusantara. Walau tujuannya adalah untuk membendung pengaruh raja Kubilai Khan ke wilayah timur, namun konsep tersebut justru menjadi inspirasi dari Sumpah Palapa-nya Gajah Mada dan dewasa ini menjadi latar belakang wilayah teritorial negara kesatuan Republik Indonesia. Readmore