Prasasti yang berbentuk sajak sebanyak 19 baik ini isi pokoknya dapat dirinci menjadi 5 hal, yaitu :
Pada suatu saat ada seorang pendeta yang benama Arrya Bharad bertugas membagi Jawa menjadi 2 bagian, yang kemudian masing-masing diberi nama Jenggala dan Panjalu. Pembagian kekuasaan ini dilakukan karena ada perebutan kekuasaan diantara putra mahkota.
Pada jaman kerajaan Medang, yaitu masa akhir pemerintahan raja Airlangga, tepatnya 963 Saka, terjadi pembagian kerajaan menjadi dua.
Hal ini terpkasa dilakukan untuk menghindari perebutan kekuasaan diantara 2 putra mahkota.
Pembagian kerajaan dilakukan oleh seorang pendeta yang sangat terkenal kesaktiannya, bernama Arrya Bharad. Caranya membasahi dan membelah bumi dengan air kendi yang berkilat, Kedua kerajaan ini dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas, dan masing-masing disebut kerajaan Jenggala dan Pamjalu.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas, dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Ibukotanya adalah Kahuripan, yaitu bekas ibukota kerajaan Airlangga.
Sedangkan kerajaan Pamjalu, yang kemudian dikenal dengan nama Kediri, meliputi daerah Kdiri dan Madiun. Ibukotanya Daha, yang mungkin didaerah Kediri sekarang.
Pada masa pemerintahan raja Jayacriwisnuwardhana dan permaisurinya, Crijayawarddhani, kedua daerah itu disatukan kembali.
Pada jaman kerajaan Singosari, tepatnya pada masa pemerintahan raja Wisnuwardhana, kerajaan Panjalu dan Jenggala berusaha disatukan kembali dibawah kekuasaan kerajaan Singosari.
Usaha yang dilakukan raja Wisnuwarddhana untuk mempersatukan tersebut dengan cara mengawainkan anaknya yang bernama Turukbali dengan Jayakatwang yang meupakan keturunan raja Kediri terakhir yaitu raja Kertajaya.
Jayakatwang yang merasa bahwa ia adalah pewaris sah atas tahta Kediri sehingga ia berusaha merebut kembali kekuasaannya.
Ulahnya yang selalu berusaha merebut kekuasaan itulah yang ingin dicegah raja Wisnuwarddhana dengan jalan mengadakan perkimpoian politik tersebut.
Usaha itu kemudian dilanjutkan oleh keturunannya yang bernama raja Kretanegara yang mengawinkan anaknya dengan anak Jayakatwang yang bernama Arddhara.
Pentahbisan raja (yang memerintahkan membuat prasasti) sebagai Jina dengan gelar Cri Jnanjaciwabajra. Perwujudan sebagai Jina Mahasobya didirikan di Wurare pada 1211 Saka.
Kenyataan tetap membuktikan bahwa usaha yang baik tidak selalu lancar.
Jayakatwang tetap berusaha merebut kekuasaan. Kretanegara dianggap sebagai orang yang tidak berhak atas tahta kerajaan.
Cara yang ditempuh Kretanegara untuk menunjukkan bahwa ia adalah putra mahkota yang sah yaitu dengan menyebutkan Crijayawisnue\warddhana dan Crijayawarddhani sebagai orang tuanya dalam prasasti Wurare itu.
Disamping itu, disebutkan bahwa Kretanegara adalah raja yang pandai dalam dharma dan sastra, serta sebagai pendeta dari keempat pulau. Ia dikukuhkan sebagai Jina Mahasobya dengan gelar Crijnanaciwabajra.
Raja dalam waktu singkat berhasil kembali menyatukan daerah yang telah pecah, sehingga kehidupan menjadi sejahtera.
Maksud pengukuhannya sebagai Jina adalah untuk menunjukkan kekuasaan dan kebesaran dirinya.
Mahasobya adalah dewa Aksobhya tertinggi.
Sebutan Kretanegara sebagai Mahasobhya berarti ia mempunyai sifat yang ada dalam diri Dewa Aksobhya dan emanasinya, yaitu mempunyai sifat damai, berkuasa, dan kekuasaannya yang tiada tandingannya.
Sedangan gelarnya sebagai Cri Jnannaciwabajra dapat berarti bahwa ia adalah orang yang mempunyai pengalaman atau berpengalaman seperti Dewa Siwa, serta dapat memusnahkan kejahatan untuk kesejahteraan semua umat manusia.
Penyebutan si pembuat prasasti yang bernama Nada, sebagai abdi raja.
Siapa sebetulnya raja yang memerintah membuatkan prasati ini ? Jawabnya tidak lain adalah raja Kretanegara, yaitu raja Singosari terakhir. Dalam prasasti disebutkan bahwa ia adalah anak raja Crijayawisnuwarddhana dengan Crijayawarddhani. Nama Crijayawisnuwarddhana sekarang lebih dikenal dengan nama Wisnuwarddhana atau Ranggawuni.Kemudian Arrya Bharad, nama ini dikenal pada masa pemerintahan raja Airlangga. Sedangkan Nama sudah jelas disebutkan bahwa ia adalah abdi raja. Selanjutnya dari prasasti ini dapat diketahui data-data sejarah yang penting
Beberapa data tersebut jka dipadukan dengan data-data sejarah yang lain seperti kitab Negarakretagama, Pararaton, dan prasasti-prasasti yang lain, akan menghasilkan kerangka sejarah yang gambling.
Selain itu, gelar-gelar Kertanegara tersebut juga mempunyai latar belakang politik luar negeri tingkat tinggi.
Raja Kretanegara ingin menyaingi raja Kubilai Khan yang dikukuhkan sebagai Jina Mahamitabha.
Persaingan ini timbul karena raja Kubilai Khan ingin berkuasa diseluruh Asia Tengara. Tetapi raja Kretanegara tidak mau tunguk begitu saja. Pada 1211 Saka, utusan dari raja Kubilai Khan bernama Meng-Ch’I, yang meminta pengakuan kekuasaan Kubilai Khan, ditolak dan disuruh pulang ke Mongol oleh raja Kretanegara.
Semua itu dilakukan bertepatan dengan dibuatnya prasasti Wurare yang menyatakan kekuasaan dan kebesaran raja Kretanegara sebagai Jina Mahasobhya.
Mahasobhya adalah Jina yang menguasai mata angin sebelah timur, sedangkan Mahamitabha menguasai mata angin sebelah barat.
Dengan demikian Kubilai Khan menguasai wilayah bagian barat sedangkan Kretanegara menguasai wilayah bagian timur.
Dari semua keterangan tersebut dapat diketahui bahwa arca Joko Dolok merupakan perwujudan raja Kretanegara sendiri.
Sedangkan prasasti yang dipahatkan mengelilingi lapiknya mengandung nilai sejarah politik yang penting.
Terutama sebagai bukti bahwa:
Bangsa kita sejak jaman dahulu tidak mau begitu saja menyerah kepada penjajah asing.
Juga berusaha menggalang persatuan untuk menegakkan kekuatan. Arya Bharad ini yang sering kita sebut sebagai Empu Bharada,bli? Baca Selanjutnya